BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Dahulu, ketika teknologi khususnya teknologi informasi belum
berkembang seperti sekarang ini, ketika ilmu pengetahuan belum sepesat ini
proses pembelajaran biasanya berlangsung pada tempat dan waktu tertentu. Proses
pembelajaran adalah proses komunikasi antara guru dan siswa melalui bahasa
verbal sebagai media utama penyampaian materi pelajaran. Proses pembelajaran
masih sangat tergantung pada guru sebagai sumber belajar. Dalam kondisi semacam
ini, akan ada proses pembelajaran manakala ada guru, tanpa kehadiran seorang
guru di dalam kelas sebagai sumber belajar tidak mungkin ada proses
pembelajaran.
Namun, ketika ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat
pesat, proses pembalajaran tidak lagi dimonopoli oleh adanya kehadiran seorang
guru di dalam kelas. Siswa dapat belajar di mana dan kapan saja. Siswa dapat
belajar apa saja sesuai dengan minat dan gaya belajar. Seorang desainer
pembelajaran dituntut untuk dapat merancang pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai
jenis media dan sumber balajar yang sesuai agar proses pembelajaran berlangsung
secara efektif dan efisien.[1]
Pemakaian
media pembelajaran dalam proses belajar-mengajar dapat membangkitkan keinginan
dan minat yang baru, dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa
pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada
tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses
pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran.
Dari uraian di atas, maka pantas kiranya pemakalah untuk mengangkat
hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan media pembelajaran.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana konsep pengembangan media pembelajaran?
2.
Bagaimana peran media dalam pembalajaran?
3.
Apa saja klasifikasi media dalam pembalajaran?
4.
Bagaimana proses pengembangan media pembalajaran?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KONSEP PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN
Mengingat adanya keberagaman karakteristik sasaran pendidikan,
proses belajar mengajar yang dilakukan pendidik, maka semua karakteristik harus
dibangun menjadi kesatuan yang utuh untuk memenuhi kebutuhan peserta didik.
Pendidik bertanggung jawab terhadap pengaturan proses belajar mengajar yang
bertujuan untuk mengarahkan peguasaan peserta didik kepada kompetensi yang
diharapkan.
Salah satu llingkungan belajar yang sangat berperan dalam
memudahkan penguasaan peserta didik terhadap kompetensi adalah penerapan
teknologi dalam penggunaan media pembelajaran. Media pembelajaran sebenarnya
merupakan alat bantu yang dapat digunakan oleh pendidik dalam membantu tugas
kependidikannya. Media pembelajaran juga memudahkan pemahaman peserta didik
terhadap kompetensi yang harus dikuasai terhadap materi yang harus dipelajari,
yang pada akhirnya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar.
Kemampuan pendidik dalam mengembangkan media pembelajaran merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan peserta didik dalam mencapai kompetensi
yang diharapkan. Beberapa hambatan yang dirasakan oleh para pendidik berkaitan
dengan pengembangan media pembelajaran, salah satunya adanya keterbatasan dalam
merancang dan menyusun media pembelajaran serta belum memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang memadai untuk membuat sebuah media.
Hal tersebut di atas diperkuat dengan temuan-temuan di beberapa
tempat pembelajaran, sekolah, sanggar ataupun panti pembelajaran, berbagai
faktor yang menyebabkan kurang optimalnya hasil belajar terkait dengan hasil
pengembangan media pembelajaran, antara lain:
1.
Pendidik tidak tahu cara menggunakan media pembelajaran dalam
proses pembelajaran.
2.
Penggunaan media pembelajaran oleh pendidik sangat terbatas dan
tidak substantif sehingga dirasakan kurang membantu dalam penguasaan bahan
ajar.
3.
Kurang variatifnya media pembelajaran sehingga media pembelajaran
sangat membosankan.
Dalam pengembangan media pembelajaran, baik untuk pendidikan formal
maupun non-formal, kurikulum yang berlaku merupakan acuan utama yang harus
diperhatikan. Namun kurikulum tidak menyatakan dengan tegas atau belum
mencantumkan jenis media pembelajaran pendukung yang boleh maupun yang tidak
boleh digunakan dalam proses pembelajaran. Padahal media pembelajaran diyakini
sebagai salah satu bagian yang sangat penting dalam proses pembelajaran itu
sendiri.
Criteria media pembelajaran yang baik, idealnya meliputi 4 hal
utama, yaitu:
1.
Kesesuaian atau relevansi, artinya media pembelajaran harus sesuai
dengan kebutuhan belajar, rencana kegiatan belajar, program kegiatan belajar,
tujuan belajar, dan karakteristik peserta didik.
2.
Kemudahan, artinya semua isi pembelajaran melalui media harus mudah
dimengerti, dipelajari atau dipahami oleh peserta didik, dan sangat operasional
penggunaannya.
3.
Kemenarikan, artinya media pembelajaran harus mampu menarik maupun
merangsang perhatian peserta didik, baik tampilan, pilihan warna, maupun
isinya. Uraian isi tidak membingungkan serta dapat menggugah minat peserta
didik untuk menggunakan media tersebut.
4.
Kemanfaatan, artinya isi dari media pembelajaran harus bernilai
atau berguna, mengandung manfaat bagi pemahaman materi pembelajaran serta tidak
mubazir atau sia-sia apalagi merusak peserta didik.[2]
Langkah selanjutnya adalah pembuatan model. Salah satu model yang
cukup terkenal adalah model ADDIE, yaitu Analysis, Design, Development,
Implementation, Evaluation. Sebenarnya model ini merupakan model yang
sangat umum yang biasanya digunakan oleh para developer sistem dalam membangun
sebuah sistem. Beberapa tahapan model ADDIE adalah sebagai berikut:
1.
Tahap analisis (analysis phase), pada tahapan ini pengembang
media menentukan sasaran pengguna media, apa yang harus dipelajari,
pengetahuan-pengetahuan sebagai prasyarat yang harus dimiliki, berapa lama
durasi waktu efektif yang diperlukan untuk menggunakan media dalam proses
pembelajaran.
2.
Tahap desain (design phase), pada tahapan ini ditetapkan
tujuan apa yang ingin dicapai dari media pembelajaran yang akan dibuat, apa
jenis pembelajaran yang akan diterapkan serta penetapan isi materi yang akan
dijadikan inti pembelajaran dalam media.
3.
Tahap membuat (development phase), pada tahapan ini media
pembelajaran mulai dikembangkan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan
sebelumnya di dalam tahapan desian. Yang perlu diperhatikan pada tahapan ini
adalah penerapan sistem yang akan digunakan serta memperhatikan kembali prinsip
4 kriteria media.
4.
Tahap implementasi (implementation phase), media
pembelajaran yang telah dibuat perlu disosialisasikan kepada peserta didik.
5.
Tahap evaluasi (evaluation phase), evaluasi digunakan untuk
mengukur seberapa jauh peserta didik menguasai materi pembelajaran. Ada dua
evaluasi Dalam tahap ini, yaitu evaluasi dalam rangka memperoleh umpan balik
dalam proses pembelajaran dan evaluasi untuk mengukur pencapaian melalui indikator
pembelajaran. Evaluasi juga harus memberikan hasil pencapaian nilai dari
masing-masing peserta didik sebagai parameter keberhasilan dalam mengembangkan
dan mengimplementasikan media pembelajaran yang sudah dibuat.[3]
B.
PERAN MEDIA DALAM PEMBELAJARAN
Media pembelajaran merupakan segala bentuk perangsang dan alat yang
disediakan guru untuk mendorongsiswa belajar secara cepat, tepat, mudah, benar,
dan tidak terjadi verbalisme. Media pembelajaran merupakan alat bentu
pendengaran dan penglihatan (audio visual aid) bagi peserta didik dalam
rangka memperoleh pengalaman belajar secara signifikan. Pegalaman belajar dapat
diperoleh melalui:
1.
Situasi dan kondisi yang sesungguhnya,
2.
Mengamati benda pengganti dalam wujud alat peraga,
3.
Membaca bahan-bahan cetakan, seperti majalah, buku, surat kabar,
dan sebagainya.[4]
Mengajar dapat dipandang sebagai usaha yang dilakukan guru agar
siswa belajar. Sedangkan, yang dimaksud dengan belajar itu sendiri adalah
proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Pengalaman itu dapat berupa
pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung adalah pengalaman
yang diperoleh dari aktivitas sendiri pada situasi yang sebenarnya. Proses
pengalaman semacam itu tentu saja merupakan proses belajar yang bermanfaat,
sebab dengan mengalami secara langsung kemungkinan kesalahan persepsi akan
dapat dihindari.
Namun demikian, pada kenyataannya tidak semua mata pelajaran dapat
disajikan secara langsung. Untuk menpelajari makhluk hidup di dasar laut, tidak
mungkin guru membimbing siswa langsung menyelam ke dasar lautan, atau membelah
dada manusia hanya untuk mempelajari cara kerja organ tubuh manusia, seperti
cara kerja jantung ketika memompa darah. Untuk pengalaman belajar semacam itu,
guru memerlukan alat bantu seperti film, foto-foto, dan lain sebagainya.
Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman
belajar bagi siswa, Edgar Dale melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian
dinamakan kerucut pengalaman (cone of experience). Kerucut pengalaman
yang dikemukakan oleh Edgar Dale memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar
yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa
yang dipelajari. Selanjutnya, uraian setiap pengalaman belajar seperti yang digambarkan
oleh Edgar Dale dalam kerucut pengalaman akan dijelaskan sebagai berikut:
1.
Pengalaman langsung merupakan pengalaman yang diperoleh siswa
sebagai hasil dari aktivitas sendiri. Siswa mengalami dan merasakan sendiri
segala sesuatu yang berhubungan dengan pencapaian tujuan. Siswa berhubungan
langsung dengan objek yang hendak dipelajari tanpa menggunakan perantara.
Karena pengalaman langsung inilah, maka aka nada kecenderungan hasil yang
diperoleh siswa menjadi kongkret sehingga akan memiliki ketepatan yang tinggi.
2.
Pengalaman tiruan adalah pengalaman yang diperoleh melalui benda
atau kejadian yang dimanipulasi agar mendekati keadaan yang sebenarnya.
Pengalaman tiruan sudah bukan pengalaman langsung lagi sebab obje yang
dipelajari bukan yang asli atau yang sesungguhnya melainkan benda tiruan yang
mennyerupai benda aslinya. Mempelajari benda tiruan banyak manfaatnya terutama
untuk menghindari verbalisme.
3.
Pengalaman melalui drama, yaitu pengalaman yang diperoleh dari
kondisi dan situasi yang diciptakan melalui drama (peragaan) dengan menggunakan
skenario yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Walaupun siswa tidak
mengalami langsung terhadap kejadian, namun melalui drama siswa lebih
menghayati berbagai peran yang disuguhkan. Tujuan belajar dengan menggunakan
drama ini agar siswa memperoleh pengalaman yang lebih jelas dan kongkret.
4.
Pengalaman melalui demonstrasi adalah teknik penyampaian informasi
melalui peragaan. Kalau dalam drama siswa terlibat secara langsung dalam
masalah yang dipelajari walaupun bukan dalam situasi nyata, maka pengalaman
melalui demnstrasi siswa hanya melihat peragaan orang lain.
5.
Pengalaman wiasata, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui
kunjungan siswa ke suatu objek yang ingin di pelajari. Melalui wisata siswa
dapat mengamati secara langsung, mencatat, dan bertanya tentang hal-hal yang
dikunjungi.
6.
Pengalaman melalui pameran, pameran adalah usaha untuk menunjukkan
hasil karya. Melalui pameran siswa dapat mengamati hal-hal yang ingin
dipelajari. Pameran lebih abstrak sifatnya daripada wisata, sebab pengalaman
yang diperoleh hanya terbatas pada kegiatan mengamati wujud benda itu sendiri.
Namun demikian, untuk memperoleh wawasan, dapat dilakukan melalui wawancara
dengan pemandu dan membaca leaflet atau booklet yang disediakan
penyelenggara.
7.
Pengalaman melalui televisi merupakan pengalaman tidak langsung,
sebab televisi merupakan perantara. Melalui televisi siswa dapat melihat
berbagai peristiwa yang ditayangkan.
8.
Pengalaman melalui gambar hidup atau film.
9.
Pengalaman melalui radio, tape recorder, dan gambar.
Pengalaman ini lebih abstrak dibandingkan dengan melalui gambar hidup atau
film, karena hanya mengandalkan satu indra saja, yaitu indra pendengaran atau
penglihatan saja.
10.
Pengalaman melalui lambing-lambang visual, seperti grafik dan
bagan.
11.
Pengalaman melalui lambing verbal, merupakan pengalaman yang lebih
abstrak sifatnya. Sebab, siswa memperoleh pengalaman hanya melalui satu bahasa
baik lisan maupun tulisan. Kemungkinan terjadinya verbalisme sebagai akibat
dari perolehan pengalaman melalui lambing verbal sangat besar. Maka dari itu, sebaiknya
penggunaan bahasa verbal disertai dengan penggunaan media lain.[5]
Apabila diperhatikan kerucut pengalaman yang dikemukakan Edgar
Dale, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui
pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Dari gambaran kerucut
pengalaman tersebut, siswa akan lebih kongkret memperoleh pengetahuan melalui
pengalaman langsung, melalui benda-benda tiruan, pengalaman melalui drama,
demonstrasi, wisata, dan pameran. Hal ini memungkinkan karena siswa dapat
secara langsung berhubungan dengan obyek yang dipelajari.
Memerhatikan kerangka pengetahuan ini, maka kedudukan komponen
media pengajaran dalam sistem proses belajar mengajar mempunyai fungsi yang sangat
penting. Sebab, tidak semua pengalaman belajar dapat diperoleh secara langsung.
Dalam keadaan ini media dapat digunakan agar dapat lebih memberikan pengetahuan
yang kongkret dan tepat serta mudah dipahami.[6]
Penggunaan media pembelajaran bertitik tolak dari teori yang
mengatakan bahwa totalitas persentase banyaknya ilmu pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang dimiliki seseorang terbanyak dan tertinggi melalui indra lihat
dan pengalaman langsung melakukan sendiri. Sedangkan selebihnya melalui indra dengar
dan indra lainnya.[7]
Manfaat media pembelajaran, sebagai berikut:
1.
Meletakan dasar-dasar
yang konkrit untuk berfikir, sehingga mengurangi verbalisme.
2.
Memeperbesar perhatian
siswa.
3.
Meletakan dasar-dasar
yang penting untuk perkembangan belajar, sehingga, membuat pelajaran lebih
mantap.
4.
Memeberikan pengalaman
nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan siswa.
5.
Menumbuhkan pemikiran
yang teratur dan kontinyu, terutama melalui gambar hidup.
6.
Membantu tumbuhnya
pengetian yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain, dan membantu efesiensi
serta kergaman yang lebih banyak dalam belajar.[8]
C.
KLASIFIKASI MEDIA PEMBELAJARAN
Dalam pengembangan media pembelajaran ada 3 media yang digunakan,
yakni:
1.
Media visual
Visualisasi pesan, informasi, atau konsep
yang ingin di sampaikan kepada siswa dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk,
seperti foto, gambar/illustrasi, sketsa/gambar garis. Grafik, bagan, chart, dan
gabungan dari dua bentuk atau lebih. Foto menghadirkan ilustrasi melalui gambar
yang hamper menyamai kenyataan dari suatu objek atau situasi. Sementara itu,
grafik merupakan representasi simbolis dan artistik suatu objek atau situasi.
Unsur-unsur yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan media visual, sebagai
berikut:
a)
Kesederhanaan
Secara umum, kesederhanaan itu
mengacu pada jumlah elemen yang terkandung dalam suatu visualisasi. Jumlah
elemen yang lebih sedikit memudahkan siswa menangkap dan memahami pesan yang
disajikan visual itu. Pesan atau informasi yang panjang atau rumit harus dibagi-bagi
ke dalam beberapa bahan visual yang mudah di baca dan mudah dipahami. Demikian
pual dengan teks yang menyertai bahan visual, penggunaan kata harus dibatasi.
Kata-kata harus memakai huruf yang sederhana dengan gaya huruf yang mudah
terbaca dan tidak terlalu beragam dalam satu tampilan ataupun serangkaian
tampilan visual.
b)
Keterpaduan
Keterpaduan mengacu pada hubungan
yang terdapat di antara elemen-elemen visual, ketika diamati akan berfungsi
secara bersama-sama. Elemen-elemen itu harus saling terkait dan menyatu sebagai
suatu keseluruhan, sehingga sajian visual itu merupakan suatu bentuk meyeluruh
yang dapat dikenal dan dapat membantu pemahaman pesan serta informasi yang
dikandunnya.
c)
Penekanan.
Meskipun penyajian visual dirancang
sesederhana mungkin, namun seringkali konsep yang ingin disajikan memerlukan
penekanan terhadap salah satu unsur yang akan menjadi pusat perhatian siswa.
Dengan menggunakan ukuran, hubungan-hubungan, persfektif, warna, atau ruang,
penekanan dapat diberikan kepada unsur terpenting.
d)
Keseimbangan
Bentuk atau pola yang dipilih
sebaiknya menempati ruang penayangan yang memberikan persepsi keseimbangan
meskipun tidak seluruhnya simetris.
e)
Bentuk
Bentuk yang aneh atau asing bagi
siswa, dapat membangkitkan minat dan perhatian. Oleh karena itu, pemilihan
bentuk sebagai unsur visual dalam penyajian pesan, informasi atau isi pelajaran
perlu diperhatikan.
f)
Garis
Garis digunakan untuk menghubungkan
unsur-unsur, sehingga dapat menuntun perhatian siswa untuk mempelajari suatu
urutan-urutan khusus.
g)
Tekstur
Tekstur adalah unsur visual yang
dapat menimbulkan kesan kasar atau halus. Tekstur dapat digunakan untuk
penekanan suatu unsur seperti halnya warna.
h)
Warna
Warna digunakan untuk memberikan
kesan pemisahan atau penekanan, atau untuk membangun keterpaduan. Di samping
itu, warna dapat mempertinggi tingkat realism objek atau situasi yang
digambarkan, menunjukkan persamaan dan perbedaan, dan menciptakan respon
emosional tertentu.[9]
2.
Media audio-visual
Media audio-visual adalah cara
memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan dan elektronik
untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual.[10] Media audio visual
merupakan bentuk media pembelajaran yang murah dan terjangkau. Sekali kita
membeli tape dan peralatan yang murah dan terjangkau mak hampir tidak
perlu lagi biaya tambahan, karena tape dapat dihapus setelah digunakan
dan pesan baru dapat diterima kembali. Disamping menarik dan memotivasi
siswa untuk mempelajari materi lebih banyak, materi audio dapat digunakan
untuk:
a)
Mengembangkan
keterampilan mendengarkan dan mengevaluasi apa yang telah didengar.
b)
Mengatur
dan mempersiapkan diskusi dan debat dengan mengungkapkan pendapat-pendapat para
ahli yang berada jauh dari lokasi.
c)
Menjadikan
model yang akan ditiru oleh siswa
d) Menyiapkan variasi yang menarik dan
perubahan tingkat kecepatan belajar mengenai suatu poko bahasan atau sautu
masalah.
3.
Media Berbasis Komputer
Kemajuan media komputer memberikan beberapa
kelebihan untuk kegiatan produksi audio visual. Pada tahun-tahun belakangan
komputer mendapat perhatian besar karena kemampuannya yang dapat digunakan
dalam bidang kegiatan pembelajaran. Ditambah dengan teknologi jaringan dan
internet, komputer seakan menjadi primadona dalam kegiatan pembelajaran. Dibalik
kehandalan komputer sebagai media pembelajaran terdapat beberapa persoalan yang
sebaiknya menjadi bahan pertimbangan awal bagi pengelola pengajaran berbasis
komputer:
a)
Perangkat keras dan
lunak yang mahal dan cepat ketinggalan jaman
b)
Teknologi yang sangat
cepat berubah, sangat memungkinkan perangkat yang dibeli saat ini beberapa
tahun kemudian akan ketinggalan zaman.
c)
Pembuatan program yang
rumit serta dalam pengoperasian awal perlu pendamping guna menjelaskan
penggunaannya. Hal ini bisa disiasati dengan pembuatan modul pendamping yang
menjelaskan penggunaan dan pengoperasian program.
Pemakaian Komputer dalam Kegiatan Pembelajaran
mempunyai tujuan yaitu :
a)
Untuk Tujuan Kognitif
Komputer dapat mengajarkan konsep-konsep aturan,
prinsip, langkah-langkah, proses, dan kalkulasi yang kompleks. Komputer juga
dapat menjelaskan konsep tersebut dengan dengan sederhana dengan penggabungan
visual dan audio yang dianimasikan. Sehingga cocok untuk kegiatan pembelajaran
mandiri.
b)
Untuk Tujuan Psikomotor
Dengan bentuk pembelajaran yang dikemas dalam
bentuk games & simulasi sangat bagus digunakan untuk menciptakan kondisi
dunia kerja. Beberapa contoh program antara lain; simulasi pendaratan pesawat,
simulasi perang dalam medan yang paling berat dan sebagainya.
c)
Untuk Tujuan Afektif
Bila program didesain secara tepat dengan
memberikan potongan clip suara atau video yang isinya menggugah perasaan,
pembelajaran sikap/afektif pun dapat dilakukan mengunakan media komputer.[11]
D.
PROSES PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN
Pengembangan
media pembelajaran yang dimaksud adalah suatu usaha penyusunan program media
pembelajaran yang lebih tertuju pada perencanaan media. Sehubungan dengan
pengenmbangan media pengajaran ini, langkah-langkah yang perlu diambil dalam
mengembangkan program media, sebagai berikut:
1.
Analisis kebutuhan dan karakteristik siswa
Yang
dimaksud dengan kebutuhan dalam proses belajar mengajar adalah kesenjangan
antara apa yang dimiliki siswa dengan apa yang diharapkan. Diharapkan media
yang dirancang oleh seorang guru dapat dimanfaatkan oleh siswa dengan
sebaik-baiknya. Bila ternyata dapat dimanfaatkan, tentu harapan-harapan
selanjutnya yang bersifat pertanyaan, apa kira-kira kemampuan, keterampilan,
dan sikap yang dapat mereka peroleh dari hasil belajar tersebut?. Jadi seorang
guru yang akan merancang dan mengembangkan media pembelajaran terlebih dahulu
harus mengetahui pengetahuan dan keterampilan awal yang dimiliki oleh siswa
sebelum mengikuti pelajaran yang disajikan melalui program pengembangan media tersebut.
Untuk mengetahui pengetahuan dan keterampilan awal yang dimiliki para siswa
dapat dilakukan melalui pretes dengan menggunakan tes yang sesuai dengan apa
yang diinginkan, sehingga pembelajaran yang dirancang dapat berjalan sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai.
2.
Perumusan masalah
Hal
ini dilakukan untuk mengetahui arah suatu program pengajaran. Untuk merumuskan
tujuan pengajaran secara baik, maka tujuan tersebut harus:
a.
Berorientasi pada kepentingan siswa, bukan pada guru. Titik
tolaknya adalah perubahan tingkah laku apakah yang diharapkan setelah mereka
selesai belajar.
b.
Dinyatakan dengan kata kerja yang operasional, artinya menunjuk
pada hasil perbuatan yang dapat diamati atau hasilnya dapat diukur dengan alat
ukur tertentu.
3.
Pengembangan materi
Dalam
pengembangan materi, tindakan yang dilakukan selanjutnya menganalisis
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan menjadi sub-sub kemampuan dan sub-sub
keterampilan yang disusun secara baik, sehingga diperoleh bahan pengajaran yang
terperinci yang dapat mendukung tujuan tersebut. Daftar kemampuan itulah yang
menjadi behan pengajaran yang disajikan kepada siswa. Dengan cara tersebut
dapat diperoleh bahan pengajaran yang lengkap dan dapat mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Setelah itu semua, selanjutnya mengorganisasikan urutan-urutan
penyajiannya, yakni dari hal-hal yang sederhana menuju hal-hal yang rumit, dari
hal-hal yang konkrit menuju hal-hal yang abstrak, dan dari hal-hal yang
bersifat kkhusus ke hal-hal yang umum.
4.
Perumusan alat pengukur keberhasilan
Untuk
dapat mengetahui berhasil tidaknya suatu pekerjaan atau suatu pengajaran yang
dilakukan, dengan kata lain apakah siswa sudah berhasil dalam belajar atau
belum, diperlukan alat ukur yang sesuai dengan kegunaan tersebut. Alat ukur
tersebut dibuat secara teliti dan direncanakan sebelum kegiatan belajar
dilakukan. Alat ukur hasil belajar tersebut dapat berupa tes, penugasan, atau
daftar cek perilaku, dan sebagainya.
5.
Menulis naskah media
Naskah media adalah bentuk penyajian materi pembelajaran
melalui media rancangan yang merupakan penjabaran dari pokok-pokok materi
yang telah disusun secara baik seperti yang telah dijelaskan di atas. Supaya
materi pembelajaran itu dapat disampaikan melalui media, maka materi tersebut
perlu dituangkan dalam tulisan atau gambar yang disebut naskah
program media. Naskah program media maksudnya adalah sebagai penuntun dalam
memproduksi media. Artinya menjadi penuntun dalam
mengambil gambar dan merekam suara. Karena naskah ini berisi urutan gambar dan
grafis yang perlu diambil oleh kamera atau bunyi dan suara yang harus direkam. Dalam teknis
penulisannya, naskah tersebut dilakukan melalui tahapan-tahapan. Tahapan dalam
pembuatan atau penulisan naskah adalah berawal dari adanya ide dan gagasan yang
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. selanjutnya pengumpulan data dan
informasi, penulisan sinopsis dan treatment, penulisan naskah, pengkajian
naskah atau revisi naskah, revisi naskah sampai naskah siap diproduksi. Ada beberapa
macam bentuk naskah program media, namun pada prinsipnya mempunyai maksud yang
sama, yaitu sebagai penuntun dan usaha memproduksi media pembelajaran. Naskah
program media terdiri dari urutan gambar, caption atau grafis yang perlu
diambil dengan alat kamera dan suara atau bunyi yang diambil dengan alat
perekam suara. Lembaran naskah tersebut dibagi menjadi dua kolom, di sebelah
kiri terdiri dari gambar, caption atau grafis. Sedangkan di sebelah kanan berisi
narasi atau percakapan yang dibaca narator atau pelaku, dan suara lain yang
diperlukan.
6.
Evaluasi dan revisi
Penilaian media adalah kegiatan untuk menguji atau mengetahui
tingkat efektifitas dan kesesuaian media yang dirancang dengan tujuan yang
diharapkan dari program tersebut. Sesuatu program media yang oleh pembuatnya
dianggap telah baik, tetapi bila program itu tidak menarik, atau sukar dipahami
atau tidak merangsang proses belajar bagi siswa yang ditujunya, maka program
semacam ini tentu saja tidak dikatakan baik. Evalusi media
pembelajaran adalah suatu tindakan proses atau kegiatan yang dilaksanakan
dengan maksud untuk menentukan nilai dari segala media atau alat yang digunakan
dalam kegiatan belajar mengajar.
Penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah media yang dibuat tersebut
dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Dalam melakukan evaluasi terhadap media
pembelajaran, pertanyaan pokok yang sering muncul adalah apa yang harus
dievaluasi. Ini berarti, setiap evaluator untuk melihat kembali fungsi dan
prinsip penggunaan media. Dalam melakukan evaluasi terhadap media pembelajaran,
aspek psikologis perlu dipertibangkan. Sebab aspek psikologis inilah yang
membuat orang memiliki gaya belajar berbeda. Menurut Michael Gardner ada tiga
gaya belajar yang dimiliki manusia yakni: gaya belajar visual (belajar dengan
cara melihat), gaya belajar audiotorial (belajar dengan cara mendengar) dan
gaya belajar kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh).
Tes atau uji coba tersebut dapat dilakukan baik melalui perseorangan atau
melalui kelompok kecil atau juga melalui tes lapangan, yaitu dalam proses
pembelajaran yang sesungguhnya dengan menggunakan media yang dikembangkan.
Sedangkan revisi adalah kegiatan untuk memperbaiki hal-hal yang dianggap perlu
mendapatkan perbaikan atas hasil dari tes. Apabila dikaitkan dengan tujuan evaluasi
sebagaimana yang telah dikemukakan, maka ada berbagai jenis evualuasi terhadap
media pembelajaran. Berdasarkan prosesnya, evaluasi media ini terdiri dari
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif adalah proses yang
dimaksudkan untuk mengumpulkan data tentang efektifitas dan efisien bahan-bahan
pembelajaran (dalam hal ini medianya) untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Data-data tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan
media yang bersangkutan agar lebih efektif dan efisien. Dalam bentuk finalnya,
setelah media tersebut diperbaiki dan disempurnakan, maka data akan dikumpulkan
untuk menentukan apakah media tersebut patut digunakan dalam situasi-situasi
tertentu atau media tersebut benar-benar efektif seperti yang dilaporkan. Jenis
evaluasi inilah yang kemudian disebut dengan evaluasi sumatif.[12]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Proses media pembelajaran yang baik, idealnya meliputi 4 hal utama,
yaitu Kesesuaian atau relevansi, Kemudahan, kemenarikan, kemanfaatan.
kedudukan komponen media pengajaran dalam sistem proses belajar
mengajar mempunyai fungsi yang sangat penting. Sebab, tidak semua pengalaman
belajar dapat diperoleh secara langsung. Dalam keadaan ini media dapat
digunakan agar dapat lebih memberikan pengetahuan yang kongkret dan tepat serta
mudah dipahami.
Dalam pengembangan media pembelajaran ada 3 media yang digunakan,
yakni: media visual, media audio-visual, dan media berbasis komputer.
Pengembangan media pembelajaran yang dimaksud adalah suatu usaha
penyusunan program media pembelajaran yang lebih tertuju pada perencanaan
media. Sehubungan dengan pengenmbangan media pengajaran ini, langkah-langkah
yang perlu diambil dalam mengembangkan program media, sebagai berikut: Analisis
kebutuhan dan karakteristik siswa, Perumusan masalah, Pengembangan materi,
Perumusan alat pengukur keberhasilan, Menulis naskah media, dan Evaluasi dan
revisi.
DAFTAR
PUSTAKA
Acep
Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014.
Azhar
Arsyad, Media Pembelajaran, Jakarta: Raja Grafindo, 2002.
Bambang
Warsita, Teknologi Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Hanafiah,
Konsep Stategi Pembelajaran, Bandung: Refika Aditama, 2012.
M.
Basyirudin Usman-Asnawir, media Pembalajaran, Jakarta: Ciputat Pers,
2002.
Mulyanta,
Tutorial Membangun Multimedia Interaktif - Media Pembelajaran, Yogyakarta:
Univ. Atma Jaya, 2009.
Oemar
Hamalik, Media Pendidkan, Bandung: Remaja Rosdakraya, 1994.
Wina
Sanjaya, Perencanaan Dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta: Kencana,
2009.
[1] Mulyanta, Tutorial Membangun Multimedia Interaktif - Media
Pembelajaran, (Yogyakarta: Univ. Atma Jaya, 2009), 1.
[2] Mulyanta, Tutorial Membangun Multimedia Interaktif - Media
Pembelajaran., 2-3.
[3] Mulyanta, Tutorial Membangun Multimedia Interaktif - Media
Pembelajaran,. 5-6.
[4] Hanafiah, Konsep Stategi Pembelajaran, (Bandung: Refika
Aditama, 2012), 60.
[5] Wina Sanjaya, Perencanaan Dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta:
Kencana, 2009), 198-202.
[6] Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain sistem Pembelajaran.,
203.
[7] Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2014), 224.
[8] Oemar Hamalik, Media Pendidkan, (Bandung: Remaja Rosdakraya,
1994), 15.
[9] Azhar Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: Raja Grafindo,
2002), 104-110.
[10] Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran (Jakarta: Rineka
Cipta, 2008), 29.
[11] Azhar Arsyad, Media Pembelajaran., 157-159.
[12] M. Basyirudin Usman-Asnawir, media Pembalajaran, (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), 136-140.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar