Minggu, 24 April 2016

PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Dahulu, ketika teknologi khususnya teknologi informasi belum berkembang seperti sekarang ini, ketika ilmu pengetahuan belum sepesat ini proses pembelajaran biasanya berlangsung pada tempat dan waktu tertentu. Proses pembelajaran adalah proses komunikasi antara guru dan siswa melalui bahasa verbal sebagai media utama penyampaian materi pelajaran. Proses pembelajaran masih sangat tergantung pada guru sebagai sumber belajar. Dalam kondisi semacam ini, akan ada proses pembelajaran manakala ada guru, tanpa kehadiran seorang guru di dalam kelas sebagai sumber belajar tidak mungkin ada proses pembelajaran.
Namun, ketika ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat, proses pembalajaran tidak lagi dimonopoli oleh adanya kehadiran seorang guru di dalam kelas. Siswa dapat belajar di mana dan kapan saja. Siswa dapat belajar apa saja sesuai dengan minat dan gaya belajar. Seorang desainer pembelajaran dituntut untuk dapat merancang pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai jenis media dan sumber balajar yang sesuai agar proses pembelajaran berlangsung secara efektif dan efisien.[1]
Pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar-mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran.
Dari uraian di atas, maka pantas kiranya pemakalah untuk mengangkat hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan media pembelajaran.


B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana konsep pengembangan media pembelajaran?
2.      Bagaimana peran media dalam pembalajaran?
3.      Apa saja klasifikasi media dalam pembalajaran?
4.      Bagaimana proses pengembangan media pembalajaran?


BAB II
PEMBAHASAN
A.    KONSEP PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN
Mengingat adanya keberagaman karakteristik sasaran pendidikan, proses belajar mengajar yang dilakukan pendidik, maka semua karakteristik harus dibangun menjadi kesatuan yang utuh untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Pendidik bertanggung jawab terhadap pengaturan proses belajar mengajar yang bertujuan untuk mengarahkan peguasaan peserta didik kepada kompetensi yang diharapkan.
Salah satu llingkungan belajar yang sangat berperan dalam memudahkan penguasaan peserta didik terhadap kompetensi adalah penerapan teknologi dalam penggunaan media pembelajaran. Media pembelajaran sebenarnya merupakan alat bantu yang dapat digunakan oleh pendidik dalam membantu tugas kependidikannya. Media pembelajaran juga memudahkan pemahaman peserta didik terhadap kompetensi yang harus dikuasai terhadap materi yang harus dipelajari, yang pada akhirnya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar.
Kemampuan pendidik dalam mengembangkan media pembelajaran merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan peserta didik dalam mencapai kompetensi yang diharapkan. Beberapa hambatan yang dirasakan oleh para pendidik berkaitan dengan pengembangan media pembelajaran, salah satunya adanya keterbatasan dalam merancang dan menyusun media pembelajaran serta belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk membuat sebuah media.
Hal tersebut di atas diperkuat dengan temuan-temuan di beberapa tempat pembelajaran, sekolah, sanggar ataupun panti pembelajaran, berbagai faktor yang menyebabkan kurang optimalnya hasil belajar terkait dengan hasil pengembangan media pembelajaran, antara lain:
1.      Pendidik tidak tahu cara menggunakan media pembelajaran dalam proses pembelajaran.
2.      Penggunaan media pembelajaran oleh pendidik sangat terbatas dan tidak substantif sehingga dirasakan kurang membantu dalam penguasaan bahan ajar.
3.      Kurang variatifnya media pembelajaran sehingga media pembelajaran sangat membosankan.
Dalam pengembangan media pembelajaran, baik untuk pendidikan formal maupun non-formal, kurikulum yang berlaku merupakan acuan utama yang harus diperhatikan. Namun kurikulum tidak menyatakan dengan tegas atau belum mencantumkan jenis media pembelajaran pendukung yang boleh maupun yang tidak boleh digunakan dalam proses pembelajaran. Padahal media pembelajaran diyakini sebagai salah satu bagian yang sangat penting dalam proses pembelajaran itu sendiri.
Criteria media pembelajaran yang baik, idealnya meliputi 4 hal utama, yaitu:
1.      Kesesuaian atau relevansi, artinya media pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan belajar, rencana kegiatan belajar, program kegiatan belajar, tujuan belajar, dan karakteristik peserta didik.
2.      Kemudahan, artinya semua isi pembelajaran melalui media harus mudah dimengerti, dipelajari atau dipahami oleh peserta didik, dan sangat operasional penggunaannya.
3.      Kemenarikan, artinya media pembelajaran harus mampu menarik maupun merangsang perhatian peserta didik, baik tampilan, pilihan warna, maupun isinya. Uraian isi tidak membingungkan serta dapat menggugah minat peserta didik untuk menggunakan media tersebut.
4.      Kemanfaatan, artinya isi dari media pembelajaran harus bernilai atau berguna, mengandung manfaat bagi pemahaman materi pembelajaran serta tidak mubazir atau sia-sia apalagi merusak peserta didik.[2]
Langkah selanjutnya adalah pembuatan model. Salah satu model yang cukup terkenal adalah model ADDIE, yaitu Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation. Sebenarnya model ini merupakan model yang sangat umum yang biasanya digunakan oleh para developer sistem dalam membangun sebuah sistem. Beberapa tahapan model ADDIE adalah sebagai berikut:
1.      Tahap analisis (analysis phase), pada tahapan ini pengembang media menentukan sasaran pengguna media, apa yang harus dipelajari, pengetahuan-pengetahuan sebagai prasyarat yang harus dimiliki, berapa lama durasi waktu efektif yang diperlukan untuk menggunakan media dalam proses pembelajaran.
2.      Tahap desain (design phase), pada tahapan ini ditetapkan tujuan apa yang ingin dicapai dari media pembelajaran yang akan dibuat, apa jenis pembelajaran yang akan diterapkan serta penetapan isi materi yang akan dijadikan inti pembelajaran dalam media.
3.      Tahap membuat (development phase), pada tahapan ini media pembelajaran mulai dikembangkan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan sebelumnya di dalam tahapan desian. Yang perlu diperhatikan pada tahapan ini adalah penerapan sistem yang akan digunakan serta memperhatikan kembali prinsip 4 kriteria media.
4.      Tahap implementasi (implementation phase), media pembelajaran yang telah dibuat perlu disosialisasikan kepada peserta didik.
5.      Tahap evaluasi (evaluation phase), evaluasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh peserta didik menguasai materi pembelajaran. Ada dua evaluasi Dalam tahap ini, yaitu evaluasi dalam rangka memperoleh umpan balik dalam proses pembelajaran dan evaluasi untuk mengukur pencapaian melalui indikator pembelajaran. Evaluasi juga harus memberikan hasil pencapaian nilai dari masing-masing peserta didik sebagai parameter keberhasilan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan media pembelajaran yang sudah dibuat.[3]



B.     PERAN MEDIA DALAM PEMBELAJARAN
Media pembelajaran merupakan segala bentuk perangsang dan alat yang disediakan guru untuk mendorongsiswa belajar secara cepat, tepat, mudah, benar, dan tidak terjadi verbalisme. Media pembelajaran merupakan alat bentu pendengaran dan penglihatan (audio visual aid) bagi peserta didik dalam rangka memperoleh pengalaman belajar secara signifikan. Pegalaman belajar dapat diperoleh melalui:
1.      Situasi dan kondisi yang sesungguhnya,
2.      Mengamati benda pengganti dalam wujud alat peraga,
3.      Membaca bahan-bahan cetakan, seperti majalah, buku, surat kabar, dan sebagainya.[4]
Mengajar dapat dipandang sebagai usaha yang dilakukan guru agar siswa belajar. Sedangkan, yang dimaksud dengan belajar itu sendiri adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Pengalaman itu dapat berupa pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung adalah pengalaman yang diperoleh dari aktivitas sendiri pada situasi yang sebenarnya. Proses pengalaman semacam itu tentu saja merupakan proses belajar yang bermanfaat, sebab dengan mengalami secara langsung kemungkinan kesalahan persepsi akan dapat dihindari.
Namun demikian, pada kenyataannya tidak semua mata pelajaran dapat disajikan secara langsung. Untuk menpelajari makhluk hidup di dasar laut, tidak mungkin guru membimbing siswa langsung menyelam ke dasar lautan, atau membelah dada manusia hanya untuk mempelajari cara kerja organ tubuh manusia, seperti cara kerja jantung ketika memompa darah. Untuk pengalaman belajar semacam itu, guru memerlukan alat bantu seperti film, foto-foto, dan lain sebagainya.
Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa, Edgar Dale melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan kerucut pengalaman (cone of experience). Kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Edgar Dale memberikan gambaran bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari. Selanjutnya, uraian setiap pengalaman belajar seperti yang digambarkan oleh Edgar Dale dalam kerucut pengalaman akan dijelaskan sebagai berikut:
1.      Pengalaman langsung merupakan pengalaman yang diperoleh siswa sebagai hasil dari aktivitas sendiri. Siswa mengalami dan merasakan sendiri segala sesuatu yang berhubungan dengan pencapaian tujuan. Siswa berhubungan langsung dengan objek yang hendak dipelajari tanpa menggunakan perantara. Karena pengalaman langsung inilah, maka aka nada kecenderungan hasil yang diperoleh siswa menjadi kongkret sehingga akan memiliki ketepatan yang tinggi.
2.      Pengalaman tiruan adalah pengalaman yang diperoleh melalui benda atau kejadian yang dimanipulasi agar mendekati keadaan yang sebenarnya. Pengalaman tiruan sudah bukan pengalaman langsung lagi sebab obje yang dipelajari bukan yang asli atau yang sesungguhnya melainkan benda tiruan yang mennyerupai benda aslinya. Mempelajari benda tiruan banyak manfaatnya terutama untuk menghindari verbalisme.
3.      Pengalaman melalui drama, yaitu pengalaman yang diperoleh dari kondisi dan situasi yang diciptakan melalui drama (peragaan) dengan menggunakan skenario yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Walaupun siswa tidak mengalami langsung terhadap kejadian, namun melalui drama siswa lebih menghayati berbagai peran yang disuguhkan. Tujuan belajar dengan menggunakan drama ini agar siswa memperoleh pengalaman yang lebih jelas dan kongkret.
4.      Pengalaman melalui demonstrasi adalah teknik penyampaian informasi melalui peragaan. Kalau dalam drama siswa terlibat secara langsung dalam masalah yang dipelajari walaupun bukan dalam situasi nyata, maka pengalaman melalui demnstrasi siswa hanya melihat peragaan orang lain.
5.      Pengalaman wiasata, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui kunjungan siswa ke suatu objek yang ingin di pelajari. Melalui wisata siswa dapat mengamati secara langsung, mencatat, dan bertanya tentang hal-hal yang dikunjungi.
6.      Pengalaman melalui pameran, pameran adalah usaha untuk menunjukkan hasil karya. Melalui pameran siswa dapat mengamati hal-hal yang ingin dipelajari. Pameran lebih abstrak sifatnya daripada wisata, sebab pengalaman yang diperoleh hanya terbatas pada kegiatan mengamati wujud benda itu sendiri. Namun demikian, untuk memperoleh wawasan, dapat dilakukan melalui wawancara dengan pemandu dan membaca leaflet atau booklet yang disediakan penyelenggara.
7.      Pengalaman melalui televisi merupakan pengalaman tidak langsung, sebab televisi merupakan perantara. Melalui televisi siswa dapat melihat berbagai peristiwa yang ditayangkan.
8.      Pengalaman melalui gambar hidup atau film.
9.      Pengalaman melalui radio, tape recorder, dan gambar. Pengalaman ini lebih abstrak dibandingkan dengan melalui gambar hidup atau film, karena hanya mengandalkan satu indra saja, yaitu indra pendengaran atau penglihatan saja.
10.  Pengalaman melalui lambing-lambang visual, seperti grafik dan bagan.
11.  Pengalaman melalui lambing verbal, merupakan pengalaman yang lebih abstrak sifatnya. Sebab, siswa memperoleh pengalaman hanya melalui satu bahasa baik lisan maupun tulisan. Kemungkinan terjadinya verbalisme sebagai akibat dari perolehan pengalaman melalui lambing verbal sangat besar. Maka dari itu, sebaiknya penggunaan bahasa verbal disertai dengan penggunaan media lain.[5]
Apabila diperhatikan kerucut pengalaman yang dikemukakan Edgar Dale, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Dari gambaran kerucut pengalaman tersebut, siswa akan lebih kongkret memperoleh pengetahuan melalui pengalaman langsung, melalui benda-benda tiruan, pengalaman melalui drama, demonstrasi, wisata, dan pameran. Hal ini memungkinkan karena siswa dapat secara langsung berhubungan dengan obyek yang dipelajari.
Memerhatikan kerangka pengetahuan ini, maka kedudukan komponen media pengajaran dalam sistem proses belajar mengajar mempunyai fungsi yang sangat penting. Sebab, tidak semua pengalaman belajar dapat diperoleh secara langsung. Dalam keadaan ini media dapat digunakan agar dapat lebih memberikan pengetahuan yang kongkret dan tepat serta mudah dipahami.[6]
Penggunaan media pembelajaran bertitik tolak dari teori yang mengatakan bahwa totalitas persentase banyaknya ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki seseorang terbanyak dan tertinggi melalui indra lihat dan pengalaman langsung melakukan sendiri. Sedangkan selebihnya melalui indra dengar dan indra lainnya.[7]
Manfaat media pembelajaran, sebagai berikut:
1.      Meletakan dasar-dasar yang konkrit untuk berfikir, sehingga mengurangi verbalisme.
2.      Memeperbesar perhatian siswa.
3.      Meletakan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, sehingga, membuat pelajaran lebih mantap.
4.      Memeberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan siswa.
5.      Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, terutama melalui gambar hidup.
6.      Membantu tumbuhnya pengetian yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain, dan membantu efesiensi serta kergaman yang lebih banyak dalam belajar.[8]


C.    KLASIFIKASI MEDIA PEMBELAJARAN
Dalam pengembangan media pembelajaran ada 3 media yang digunakan, yakni:
1.      Media visual
Visualisasi pesan, informasi, atau konsep yang ingin di sampaikan kepada siswa dapat dikembangkan dalam berbagai bentuk, seperti foto, gambar/illustrasi, sketsa/gambar garis. Grafik, bagan, chart, dan gabungan dari dua bentuk atau lebih. Foto menghadirkan ilustrasi melalui gambar yang hamper menyamai kenyataan dari suatu objek atau situasi. Sementara itu, grafik merupakan representasi simbolis dan artistik suatu objek atau situasi. Unsur-unsur yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan media visual, sebagai berikut:
a)      Kesederhanaan
Secara umum, kesederhanaan itu mengacu pada jumlah elemen yang terkandung dalam suatu visualisasi. Jumlah elemen yang lebih sedikit memudahkan siswa menangkap dan memahami pesan yang disajikan visual itu. Pesan atau informasi yang panjang atau rumit harus dibagi-bagi ke dalam beberapa bahan visual yang mudah di baca dan mudah dipahami. Demikian pual dengan teks yang menyertai bahan visual, penggunaan kata harus dibatasi. Kata-kata harus memakai huruf yang sederhana dengan gaya huruf yang mudah terbaca dan tidak terlalu beragam dalam satu tampilan ataupun serangkaian tampilan visual.
b)      Keterpaduan
Keterpaduan mengacu pada hubungan yang terdapat di antara elemen-elemen visual, ketika diamati akan berfungsi secara bersama-sama. Elemen-elemen itu harus saling terkait dan menyatu sebagai suatu keseluruhan, sehingga sajian visual itu merupakan suatu bentuk meyeluruh yang dapat dikenal dan dapat membantu pemahaman pesan serta informasi yang dikandunnya.
c)      Penekanan.
Meskipun penyajian visual dirancang sesederhana mungkin, namun seringkali konsep yang ingin disajikan memerlukan penekanan terhadap salah satu unsur yang akan menjadi pusat perhatian siswa. Dengan menggunakan ukuran, hubungan-hubungan, persfektif, warna, atau ruang, penekanan dapat diberikan kepada unsur terpenting.
d)     Keseimbangan
Bentuk atau pola yang dipilih sebaiknya menempati ruang penayangan yang memberikan persepsi keseimbangan meskipun tidak seluruhnya simetris.
e)      Bentuk
Bentuk yang aneh atau asing bagi siswa, dapat membangkitkan minat dan perhatian. Oleh karena itu, pemilihan bentuk sebagai unsur visual dalam penyajian pesan, informasi atau isi pelajaran perlu diperhatikan.
f)       Garis
Garis digunakan untuk menghubungkan unsur-unsur, sehingga dapat menuntun perhatian siswa untuk mempelajari suatu urutan-urutan khusus.
g)      Tekstur
Tekstur adalah unsur visual yang dapat menimbulkan kesan kasar atau halus. Tekstur dapat digunakan untuk penekanan suatu unsur seperti halnya warna.
h)      Warna
Warna digunakan untuk memberikan kesan pemisahan atau penekanan, atau untuk membangun keterpaduan. Di samping itu, warna dapat mempertinggi tingkat realism objek atau situasi yang digambarkan, menunjukkan persamaan dan perbedaan, dan menciptakan respon emosional tertentu.[9]
2.      Media audio-visual
Media audio-visual adalah cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual.[10] Media audio visual merupakan bentuk media pembelajaran yang murah dan terjangkau. Sekali kita membeli tape dan peralatan yang murah dan terjangkau mak hampir tidak perlu lagi biaya tambahan, karena tape dapat dihapus setelah digunakan  dan pesan baru dapat diterima kembali. Disamping menarik dan memotivasi siswa untuk mempelajari materi lebih banyak, materi audio dapat digunakan untuk:
a)      Mengembangkan keterampilan mendengarkan dan mengevaluasi apa yang telah didengar.
b)      Mengatur dan mempersiapkan diskusi dan debat dengan mengungkapkan pendapat-pendapat para ahli yang berada jauh dari lokasi.
c)      Menjadikan model yang akan ditiru oleh siswa
d)     Menyiapkan variasi yang menarik dan perubahan tingkat kecepatan belajar mengenai suatu poko bahasan atau sautu masalah.
3.      Media Berbasis Komputer
Kemajuan media komputer memberikan beberapa kelebihan untuk kegiatan produksi audio visual. Pada tahun-tahun belakangan komputer mendapat perhatian besar karena kemampuannya yang dapat digunakan dalam bidang kegiatan pembelajaran. Ditambah dengan teknologi jaringan dan internet, komputer seakan menjadi primadona dalam kegiatan pembelajaran. Dibalik kehandalan komputer sebagai media pembelajaran terdapat beberapa persoalan yang sebaiknya menjadi bahan pertimbangan awal bagi pengelola pengajaran berbasis komputer:
a)      Perangkat keras dan lunak yang mahal dan cepat ketinggalan jaman
b)      Teknologi yang sangat cepat berubah, sangat memungkinkan perangkat yang dibeli saat ini beberapa tahun kemudian akan ketinggalan zaman.
c)      Pembuatan program yang rumit serta dalam pengoperasian awal perlu pendamping guna menjelaskan penggunaannya. Hal ini bisa disiasati dengan pembuatan modul pendamping yang menjelaskan penggunaan dan pengoperasian program.
Pemakaian Komputer dalam Kegiatan Pembelajaran mempunyai tujuan yaitu :
a)      Untuk Tujuan Kognitif
Komputer dapat mengajarkan konsep-konsep aturan, prinsip, langkah-langkah, proses, dan kalkulasi yang kompleks. Komputer juga dapat menjelaskan konsep tersebut dengan dengan sederhana dengan penggabungan visual dan audio yang dianimasikan. Sehingga cocok untuk kegiatan pembelajaran mandiri.
b)      Untuk Tujuan Psikomotor
Dengan bentuk pembelajaran yang dikemas dalam bentuk games & simulasi sangat bagus digunakan untuk menciptakan kondisi dunia kerja. Beberapa contoh program antara lain; simulasi pendaratan pesawat, simulasi perang dalam medan yang paling berat dan sebagainya.
c)      Untuk Tujuan Afektif
Bila program didesain secara tepat dengan memberikan potongan clip suara atau video yang isinya menggugah perasaan, pembelajaran sikap/afektif pun dapat dilakukan mengunakan media komputer.[11]

D.    PROSES PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN
Pengembangan media pembelajaran yang dimaksud adalah suatu usaha penyusunan program media pembelajaran yang lebih tertuju pada perencanaan media. Sehubungan dengan pengenmbangan media pengajaran ini, langkah-langkah yang perlu diambil dalam mengembangkan program media, sebagai berikut:
1.      Analisis kebutuhan dan karakteristik siswa
Yang dimaksud dengan kebutuhan dalam proses belajar mengajar adalah kesenjangan antara apa yang dimiliki siswa dengan apa yang diharapkan. Diharapkan media yang dirancang oleh seorang guru dapat dimanfaatkan oleh siswa dengan sebaik-baiknya. Bila ternyata dapat dimanfaatkan, tentu harapan-harapan selanjutnya yang bersifat pertanyaan, apa kira-kira kemampuan, keterampilan, dan sikap yang dapat mereka peroleh dari hasil belajar tersebut?. Jadi seorang guru yang akan merancang dan mengembangkan media pembelajaran terlebih dahulu harus mengetahui pengetahuan dan keterampilan awal yang dimiliki oleh siswa sebelum mengikuti pelajaran yang disajikan melalui program pengembangan media tersebut. Untuk mengetahui pengetahuan dan keterampilan awal yang dimiliki para siswa dapat dilakukan melalui pretes dengan menggunakan tes yang sesuai dengan apa yang diinginkan, sehingga pembelajaran yang dirancang dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
2.      Perumusan masalah
Hal ini dilakukan untuk mengetahui arah suatu program pengajaran. Untuk merumuskan tujuan pengajaran secara baik, maka tujuan tersebut harus:
a.       Berorientasi pada kepentingan siswa, bukan pada guru. Titik tolaknya adalah perubahan tingkah laku apakah yang diharapkan setelah mereka selesai belajar.
b.      Dinyatakan dengan kata kerja yang operasional, artinya menunjuk pada hasil perbuatan yang dapat diamati atau hasilnya dapat diukur dengan alat ukur tertentu.
3.      Pengembangan materi
Dalam pengembangan materi, tindakan yang dilakukan selanjutnya menganalisis tujuan-tujuan yang telah ditetapkan menjadi sub-sub kemampuan dan sub-sub keterampilan yang disusun secara baik, sehingga diperoleh bahan pengajaran yang terperinci yang dapat mendukung tujuan tersebut. Daftar kemampuan itulah yang menjadi behan pengajaran yang disajikan kepada siswa. Dengan cara tersebut dapat diperoleh bahan pengajaran yang lengkap dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Setelah itu semua, selanjutnya mengorganisasikan urutan-urutan penyajiannya, yakni dari hal-hal yang sederhana menuju hal-hal yang rumit, dari hal-hal yang konkrit menuju hal-hal yang abstrak, dan dari hal-hal yang bersifat kkhusus ke hal-hal yang umum.
4.      Perumusan alat pengukur keberhasilan
Untuk dapat mengetahui berhasil tidaknya suatu pekerjaan atau suatu pengajaran yang dilakukan, dengan kata lain apakah siswa sudah berhasil dalam belajar atau belum, diperlukan alat ukur yang sesuai dengan kegunaan tersebut. Alat ukur tersebut dibuat secara teliti dan direncanakan sebelum kegiatan belajar dilakukan. Alat ukur hasil belajar tersebut dapat berupa tes, penugasan, atau daftar cek perilaku, dan sebagainya.
5.      Menulis naskah media
Naskah media adalah bentuk penyajian materi pembelajaran melalui media rancangan yang merupakan  penjabaran dari pokok-pokok materi yang telah disusun secara baik seperti yang telah dijelaskan di atas. Supaya materi pembelajaran itu dapat disampaikan melalui media, maka materi tersebut perlu dituangkan dalam tulisan atau gambar yang disebut naskah program media. Naskah program media maksudnya adalah sebagai penuntun dalam memproduksi media. Artinya menjadi penuntun dalam mengambil gambar dan merekam suara. Karena naskah ini berisi urutan gambar dan grafis yang perlu diambil oleh kamera atau bunyi dan suara yang harus direkam. Dalam teknis penulisannya, naskah tersebut dilakukan melalui tahapan-tahapan. Tahapan dalam pembuatan atau penulisan naskah adalah berawal dari adanya ide dan gagasan yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. selanjutnya pengumpulan data dan informasi, penulisan sinopsis dan treatment, penulisan naskah, pengkajian naskah atau revisi naskah, revisi naskah sampai naskah siap diproduksi. Ada beberapa macam bentuk naskah program media, namun pada prinsipnya mempunyai maksud yang sama, yaitu sebagai penuntun dan usaha memproduksi media pembelajaran. Naskah program media terdiri dari urutan gambar, caption atau grafis yang perlu diambil dengan alat kamera dan suara atau bunyi yang diambil dengan alat perekam suara. Lembaran naskah tersebut dibagi menjadi dua kolom, di sebelah kiri terdiri dari gambar, caption atau grafis. Sedangkan di sebelah kanan berisi narasi atau percakapan yang dibaca narator atau pelaku, dan suara lain yang diperlukan.
6.      Evaluasi dan revisi
Penilaian media adalah kegiatan untuk menguji atau mengetahui tingkat efektifitas dan kesesuaian media yang dirancang dengan tujuan yang diharapkan dari program tersebut. Sesuatu program media yang oleh pembuatnya dianggap telah baik, tetapi bila program itu tidak menarik, atau sukar dipahami atau tidak merangsang proses belajar bagi siswa yang ditujunya, maka program semacam ini tentu saja tidak dikatakan baik. Evalusi media pembelajaran adalah suatu tindakan proses atau kegiatan yang dilaksanakan dengan maksud untuk menentukan nilai dari segala media atau alat yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah media yang dibuat tersebut dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Dalam melakukan evaluasi terhadap media pembelajaran, pertanyaan pokok yang sering muncul adalah apa yang harus dievaluasi. Ini berarti, setiap evaluator untuk melihat kembali fungsi dan prinsip penggunaan media. Dalam melakukan evaluasi terhadap media pembelajaran, aspek psikologis perlu dipertibangkan. Sebab aspek psikologis inilah yang membuat orang memiliki gaya belajar berbeda. Menurut Michael Gardner ada tiga gaya belajar yang dimiliki manusia yakni: gaya belajar visual (belajar dengan cara melihat), gaya belajar audiotorial (belajar dengan cara mendengar) dan gaya belajar kinestetik (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh). Tes atau uji coba tersebut dapat dilakukan baik melalui perseorangan atau melalui kelompok kecil atau juga melalui tes lapangan, yaitu dalam proses pembelajaran yang sesungguhnya dengan menggunakan media yang dikembangkan. Sedangkan revisi adalah kegiatan untuk memperbaiki hal-hal yang dianggap perlu mendapatkan perbaikan atas hasil dari tes. Apabila dikaitkan dengan tujuan evaluasi sebagaimana yang telah dikemukakan, maka ada berbagai jenis evualuasi terhadap media pembelajaran. Berdasarkan prosesnya, evaluasi media ini terdiri dari evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif adalah proses yang dimaksudkan untuk mengumpulkan data tentang efektifitas dan efisien bahan-bahan pembelajaran (dalam hal ini medianya) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Data-data tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan media yang bersangkutan agar lebih efektif dan efisien. Dalam bentuk finalnya, setelah media tersebut diperbaiki dan disempurnakan, maka data akan dikumpulkan untuk menentukan apakah media tersebut patut digunakan dalam situasi-situasi tertentu atau media tersebut benar-benar efektif seperti yang dilaporkan. Jenis evaluasi inilah yang kemudian disebut dengan evaluasi sumatif.[12]


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Proses media pembelajaran yang baik, idealnya meliputi 4 hal utama, yaitu Kesesuaian atau relevansi, Kemudahan, kemenarikan, kemanfaatan.
kedudukan komponen media pengajaran dalam sistem proses belajar mengajar mempunyai fungsi yang sangat penting. Sebab, tidak semua pengalaman belajar dapat diperoleh secara langsung. Dalam keadaan ini media dapat digunakan agar dapat lebih memberikan pengetahuan yang kongkret dan tepat serta mudah dipahami.
Dalam pengembangan media pembelajaran ada 3 media yang digunakan, yakni: media visual, media audio-visual, dan media berbasis komputer.
Pengembangan media pembelajaran yang dimaksud adalah suatu usaha penyusunan program media pembelajaran yang lebih tertuju pada perencanaan media. Sehubungan dengan pengenmbangan media pengajaran ini, langkah-langkah yang perlu diambil dalam mengembangkan program media, sebagai berikut: Analisis kebutuhan dan karakteristik siswa, Perumusan masalah, Pengembangan materi, Perumusan alat pengukur keberhasilan, Menulis naskah media, dan Evaluasi dan revisi.


DAFTAR PUSTAKA
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014.
Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, Jakarta: Raja Grafindo, 2002.
Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Hanafiah, Konsep Stategi Pembelajaran, Bandung: Refika Aditama, 2012.
M. Basyirudin Usman-Asnawir, media Pembalajaran, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Mulyanta, Tutorial Membangun Multimedia Interaktif - Media Pembelajaran, Yogyakarta: Univ. Atma Jaya, 2009.
Oemar Hamalik, Media Pendidkan, Bandung: Remaja Rosdakraya, 1994.
Wina Sanjaya, Perencanaan Dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2009.



[1] Mulyanta, Tutorial Membangun Multimedia Interaktif - Media Pembelajaran, (Yogyakarta: Univ. Atma Jaya, 2009), 1.
[2] Mulyanta, Tutorial Membangun Multimedia Interaktif - Media Pembelajaran., 2-3.
[3] Mulyanta, Tutorial Membangun Multimedia Interaktif - Media Pembelajaran,. 5-6.
[4] Hanafiah, Konsep Stategi Pembelajaran, (Bandung: Refika Aditama, 2012), 60.
[5] Wina Sanjaya, Perencanaan Dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), 198-202.
[6] Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain sistem Pembelajaran., 203.
[7] Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 224.
[8] Oemar Hamalik, Media Pendidkan, (Bandung: Remaja Rosdakraya, 1994), 15.
[9] Azhar Arsyad, Media Pembelajaran (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), 104-110.
[10] Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), 29.
[11] Azhar Arsyad, Media Pembelajaran., 157-159.
[12] M. Basyirudin Usman-Asnawir, media Pembalajaran, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 136-140.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar