Jumat, 22 April 2016

SEJARAH PERKEMBANGAN KURIKULUM BAHASA ARAB DI INDONESIA


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kurikulum merupakan salah satu alat yang penting dalam mencapai suatu pendidikan. Tanpa adanya suatu kurikulum yang baik dan tepat, maka akan sulit dalam mencapai tujuan dan sasaran pendidikan yang baik pula. Penerapan kurikulum yang baru masih cenderung didasari banyak pertimbangan bahwa sekarang dan masa depan  terdapat banyak tuntutan dan kebutuhan dari berbagai banyak aspek dalam kehidupan.
Perkembangan kurikulum bahasa Arab di masa lalu sangat erat hubungannya dengan masalah peribadatan. Selain menjadi bahasa kitab suci bahasa Arab memenuhi kebutuhan bagi umat muslim dalam menunaikan ibadah. Kurikulum bahasa Arab di masa lalu hanya mengarahkan peserta didik agar pandai dalam hukum Islam dan Tauhid,  dalam pengajarannyapun  masih mengikuti pengajaran di zaman Hindu.
Seiring dengan tuntututan zaman dan perkembangan dalam dunia pendidikan, bahasa merupakan hal yang penting dalam bermasyarakat. Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi antar individu dengan individu lain. Dalam dunia pendidikan, bahasa Arab cenderung lebih difahami di lembaga yang berbasis pondok pesantren untuk memahami kitab-kitab yang yang menggunakkan bahasa Arab. Dalam sejarah perkembangannya hingga sekarang bahasa Arab menjadi kurikulum di sekolah-sekolah dan madrasah-madrasah sebagai penunjang mata pelajaran untuk memahami pelajaran yang berbahasa Arab, sekaligus sebagai sarana ilmu pengetahuan yang berkembang di era globalisasi.
Dengan demikian kurikulum yang ada di madrasah atau pesantren perlu adanya perubahan agar tidak tertinggal dengan sekolah-sekolah yang bernuansa Islam lainya. Dalam hai ini, maka perlu diketahui sejarah perkembangan kurukulum khususnya dalam pembelajaran bahasa Arab masa lalu hingga sekarang. Dalam makalah ini akan membahas tentang sejarah perkembangan kurikulum bahasa Arab. Untuk lebih jelasnya, penulis akan membahas pada pembahasan selanjutnya.

B.     Rumusan Masalah
1)      Bagaimanakah Sejarah Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab?
2)      Bagaimana Sejarah Perkembangan Kurikulum Pendidikan Bahasa Arab Madrasah (1984-2006)?
3)      Bagaimana Proses Perubahan-Perubahan Kurikulum Perkembangan Bahasa Arab?
 

PEMBAHASAN 

A.    Sejarah Pengembangan Kurikulum Pengajaran Bahasa Arab
Pengajaran bahasa Arab erat sekali hubungannya dengan kurikulum sebab tanpa kurikulum yang memadai pengajaran akan mengalami kegagalan minimal kurang berhasil. Kurikulum dan pengajaran sangat erat yang keduanya bagaikan jiwa dengan jasmani.[1]
Telah diketahui bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran tertentu yang harus dikuasai untuk mencapai suatu tingkat pendidikan. Hal ini ternyata tidak berjalan secara statis, melainkan terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Karena itulah kita perlu melihat sejarah kurikulum masa lalu hingga masa sekarang. Berkaitan dengan itu, bukti telah memperlihatkan bahwa sejarah pendidikanlah yang membuktikan dan menjelaskan kepada kita sistem dan bahan-bahan pendidikan pada tiap bangsa dan tiap masa, serta memperlihatkan perkembangan dan pertumbuhan bangsa itu sejak lahirnya hingga masa sekarang.[2]
Agama Islam masuk di Indonesia sejak tahun 1416 khususnya di tanah Jawa. Untuk penyebaran agama Islam didirikanlah lembaga-lembaga pendidikan berupa pondok pesantren. Ilmu-ilmu umum pada mulanya jarang diajarkan walaupun telah diajarkan bahasa Arab sebagai kunci ilmu pengetahuan agama kala itu. Peluasan penyajian, pengajaran dan corak pengetahuan yang diberikan kepada para santri amat tergantung pada kyai, guru dan kecakapan mereka. Perkembangan selanjutnya dalam mengembangkan pesantren tampak ada kemajuan, para kyai atau guru berfikiran modern sebagai kemajuan dapat dicapai. Pada masa lalu mempelajari bahasa Arab kurikulum hanya berisi mengeja dan membaca Al-Qur’an, taraf selanjutnya menggunakan alat-alat bantu misalnya papan tulis, bangku dan sebagainya, sekarang ditambah alat-alat modern. Pada tingkat rendah pelajaran diberikan secara perseorangan. Caranya santri maju kehadapan guru seorang demi seorang, ia membaca salah satu kalimat lalu diterjemahkan. Disamping itu kalimat tersebut juga dijelaskan maksud yang ada di dalamnya. Demikian juga nahwu dan sharaf disinggung sehingga siswa dapat memahami dari segala segi baik isi maupun tata bahasa. Santri menyimak kitab dengan memberi tanda-tanda pada setiap kalimat yang baru diterangkan. Pekerjaan tersebut dinamakan ngesahi artinya guru telah menganggap sah terhadap buku atau kitab yang telah diajarkan kepada murid dan ia telah menerimanya. Sesuatu ilmu belum dianggap sempurna jika belum digurukan. Dengan demikian jika terdapat seseorang mengamalkan ilmu tanpa mendapat keterangan dari yang lebih pandai hal tersebut dikhawatirkan pengalamannya tidak tepat dan sesuai dengan aturan syar’i, sebab kitab-kitab pada umumnya menggunakan bahasa Arab yang memungkinkan sekali akan terjatuh ke dalam misunderstanding. Dalam hal ini guru mempunyai hak untuk mengesahkan atau tidaknya suatu ilmu.[3]
1.      Kurikulum Pengajaran Bahasa Arab dan Bentuknya
           Kurikulum pengajaran bahasa Arab mempunyai keterkaitan erat dengan kebutuhan beribadat kepada Tuhan khususnya untuk menjalankan rukun Islam yang kedua ialah salat di mana do’a dan ucapannya adalah dengan bahasa Arab. Sepanjang sejarah diketahui bahwa orang Islam dalam bersembahyang menggunakan bahasa tersebut dan tidak sah jika diucapkan dengan bahasa bukan Arab. Kala itu buku-buku fiqh menggunakan bahasa Arab dan mendominasi di antara berbagai buku-buku lain. Sudah sepantasnya jika kurikulum pengajaran bahasa Arab saat itu untuk mengarahkan anak tahu dan mahir di bidang hukum Islam dan Tauhid. Di samping fungsinya untuk mendidik siswa agar bisa beribadat dilihat dari aspek bentuk pengajaran bahasa Arab kala itu merupakan bentuk pertama yakni pengajian seperti yang tampak di surau-surau atau masjid-masjid yang ada sekarang ini atau di rumah kyai-kyai di mana  yang diajarkan adalah bagian dari Al-Qur’an. Hal itu menjadikan mudah penghafalannya sebab surat-surat tersebut sering dibaca dalam salat. Bentuk pengajaran bahasa Arab ini merupakan bentuk tertua dan pertama kali.
           Bentuk pengajaran yang kedua dari pelaksanaan pengembangan kurikulum bahasa Arab erat kaitannya dengan pelajaran agama Islam yang diberikan kepada para pemuda yang mengidamkan pengetahuan agama Islam pada tingkat yang lebih tinggi yakni dalam pesantren-pesantren yang dipimpin oleh kyai meliputi berbagai ilmu antara lain fiqih, ‘Aqaid, Hadis, Tafsir serta ilmu-ilmu bahasa Arab misalnya Nahwu, Sharaf, Balaghah, ‘Arud, dan sebagainya.[4]
2.      Materi Pelajaran Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya
           Materi yang diajarkan merupakan materi yang sudah bersifat tradisional yakni ilmu agama Islam. Di samping itu diajarkan alat-alat bahasa antara lain Nahwu, Shorof, Mahfudzat, Nusus, Tarikh al-adabi, Qawa’id al-I’lal. Ilmu pengetahuan agama diajarkan Fiqih pada prinsipnya mengajarkan bagaimana cara menjalankan hukum Islam dan berapa tradisi agama yang berlaku misalnya membagi waris, mengubur mayat, membahas nikah dan sebagainya. Fiqih di samping membahas masalah hubungan manusia dengan Tuhan juga mu’amalat yakni hubungan sesama manusia termasuk etika.
           ‘Aqaid pada prinsipnya membahas rukun iman (kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa) beserta hal-hal lain yang ada hubungannya dengan tauhid, misalnya batas-batas kafir, musyrik, dan sebagainya. Secara garis besar ‘Aqaid terdiri dari tiga prinsip ialah Iman, Islam, dan Ihsan. Iman memilki enam rukun, Islam lima rukun, dan Ihsan ialah menyembah Tuhan seolah-olah orang yang menyembah melihat Dia dan jika tidak ia harus yakin bahwa Dia melihatnya.
           Bentuk yang kedua (pesantren) tentang pengajaran bahasa Arab adalah sama dengan bentuk yang pertama (pengajaran di surau) yakni guru membaca secara nyaring ketika mengajarkan Al-Qur’an atas beberapa potong ayat kemudian meminta kepada para murid untuk menirukan apa yang telah dibacanya secara bersama-sama. Setelah itu masing-masing mereka diminta untuk membaca sendiri-sendiri sebagai latihan dan selanjutnya secara bergilir murid satu per satu maju kepada guru untuk memperdengarkan bacaanya. Apabila murid belum betul bacaanya, guru membetulkannya dan meminta kepadanya untuk mengulangi sampai betul. Jika guru telah yakin benar akan betulnya bacaan para murid guru membenarkan materi  selanjutnya dengan cara murid mundur terlebih dahulu berganti dengan murid yang lain untuk maju ke depan, demikan seterusnya. Bentuk pertama disebut pengajaran Al-Qur’an dengan cara mengaji Al-Qur’an, sedangkan bentuk yang kedua (pesantren) yakni pengajaran bahasa Arab melalui kitab-kitab berbahasa Arab berisi pelajaran agama Islam.[5]
3.      Kurikulum Perkembangan Bahasa Arab
           Dari satu pelajaran ke mata pelajaran yang lain tidak ada perbedaan. Cara penyampaiannya guru membaca dan mengalih bahasakan ke dalam bahasa daerah dari kalimat ke kalimat dan murid mencatat tarjamah ke dalam bahasa daerah pula. Dalam pesantren tidak ada pembagian kelas walaupun demikian ada pembagian tingkat pelajaran yang diberikan. Misalnya pada pelajaran gramatika di sana ada buku untuk tingkat awal yaitu Al-Jurumiyah selanjutnya ‘Umruti dan terakhir Alfiyyah. Demikian pula Fiqih terdapat berbagai kitab yang diajarkan dan merupakan tingkatan pelajaran. Pada tingkat pertama biasanya diajarkan kitab Fiqih bernama Sullam al-najah atau Sullam al-Taufiq, tingkat berikutnya Fath al-Mu’in kemudian terakhir kitab al-asybah wa al-Nazair.
           Dalam pelajaran Hadis diajarkan kitab al-Arba’in al-Nawawiyyah Tajrid al-Sarih dan pada tingkatan terakhir diajarkan Sahih Maslim Bukhari. Untuk pelajaran Tafsir diajarkan al-Jalalain. Dalam pengajaran tafsir ini seolah-olah tidak mengenal tingkatan karena untuk menyelesaikan satu kitab secara menyeluruh memerlukan waktu yang lama dan bertahun-tahun. Pada pelajaran Balaghah (sastra bahasa Arab) menggunakan kitab Jawahir Maknun kemudian dilanjutkan Jawahir al-Balaghah.
           Jika diperhatikan secara seksama bahwa kurikulum pengajaran bahasa Arab ditinjau dari segi historis adalah mengikuti kurikulum pengajaran di zaman kerajaan Hindu. Kemudian fungsi kyai merupakan ganti para Empu yang merata di seluruh tanah Jawa, Sumatera,Kalimantan dan Sulawesi bahkan Thailand, Pilipina dan Malaysia. Pengajaran bahasa Arab pada bentuk pertama (pengajian di surau) hanya sampai penguasaan bacaan Al-Qur’an tanpa arti sekarang tampak dalam bentuk Taman Pendidikan Al-Qur’an yang tersebar di seluruh tanah air.
           Sistem pesantren setelah mengalami kemerdekaan mengalami perkembangan berupa sekolah-sekolah Agama maupun maupun mu’alimin tetapi menurut perkembangan kurikulum mengalami penyusutan mengingat kebutuhan dan pertimbangan lain.walaupun demikian pesantren tetap berjalan secara tradisional untuk mempertahankan kualitas di bidang bahasa Arab.
           Perkembangan bahasa Arab sekitar tahun 1970 masih dalam bentuk partial yaitu dalam pendidikan atau sekolah agama masih ada pelajaran Nahwu, Sharaf, Mutha’laah yang berdiri sendiri kemudian disatukan dengan nama pelajaran bahasa Arab.
           Bentuk pertama dan kedua pengajaran bahasa Arab adalah merupakan sistem tertua di Indonesia. Kedua bentuk tersebut bukan merupakan belajar bahasa Arab secara langsung. Tujuan yang pertama hanya agar anak hanya bisa membaca Al-Qur’an sedangkan bentuk yang kedua bertujuan untuk memahami ajaran agama Islam. Oleh itu pengetahuan bahasa mereka mengenai bahasa Arab sangat pasif. Mereka belajar bahasa Arab bukan bertujuan agar mereka bisa berbicara dengan bahasa tersebut melainkan agar bisa memahami apa yang terdapat dalam kitab-kitab.
           Pada bentuk pertama paling tinggi anak agar hafal beberapa surat Al-Qur’an tanpa memahami arti yang terkandung di dalamnya. Sedangkan dalam bentuk kedua murid tidak mempunyai kemampuan mengungkapkan ucapan atau mengemukakan maksud dengan bahasa Arab. Dengan demikian mereka pasif dalam bahasa tersebut. Kadangkala hanya bisa membaca kitab-kitab yang telah diajarkan oleh kyai dalam pondok pesantern.
           Bahasa Arab pada dasarnya tidak menggunakan harakat, sehingga sulit dibaca. Jika ada harakat adalah merupakan tambahan yang menjadikan mudah dibaca oleh siapapun. Kalimat-kalimat bahasa Arab tanpa bahasa Arab dinamakan kitab atau buku gundul yang hanya bisa dibaca oleh murid-murid tamatan bentuk kedua. Sedangkan tamatan murid dalam bentuk pertama hanya bisa membaca yang harakat saja. Orang yang faham bahasa Arab dapat dipastikan bisa membaca kalimat-kalimat gundul dan dapat memahaminya dengan baik.
           Agar bisa belajar bahasa Arab secara efektif  banyak pemuda-pemuda Nusantara pergi ke Tanah Suci Makkah untuk belajar bahasa Arab secara langsung. Dengan demikian ilmu yang mereka miliki khususnya tentang bahasa Arab amat mendalam. [6]
4.      Efektifitas Kurikulum Pengajaran bahasa Arab
           Pemuda yang menamatkan pelajaran di Timur Tengah sepulang mereka ke tanah air mereka mengajarkan bahasa Arab kepada para murid langsung menghindarkan terjemah. Mereka dibuatnya seakan-akan bergerak di tanah Arab. Pengajaran demikian adalah bentuk ketiga terdapat dalam sekolah-sekolah gaya baru misalnya Pondok Modern Gontor di mana para santri diajak langsung bicara dengan bahasa Arab dan sekolah-sekolah lainnya misalnya Madrasah Diniyah Sumatra Barat dan di Normal Islam Amuntai.
           Cara mengajarkan bahasa Arab demikian dinamakan al-Thariqah al-Mubasyarah mereka diajak langsung berbicara. Para kyai muda menggunakan cara tersebut karena mereka beranggapan bahwa cara tersebut akan membawa kesuksesan besar dan ini telah diakui oleh para pakar pengajar bahasa Arab dari berbagai kawasan dunia Islam.
           Ditinjau dari tujuan aktif  bentuk pertama dan kedua yakni kemampuan siswa untuk mengungkapkan dengan bahasa lisan tidak menguntungkan. Sudah sepantasnya jika bentuk yang ketiga muncul dengan tujuan untuk memperdalam pengetahuan ke-Islaman dengan cepat. Kurikulum baru dimunculkan, yang lama dirombak dan diadakan perbaikan dan penambahan secara komprehensif di berbagai sisi.
           Di kelas-kelas yang tinggi pengantar bahasa yang digunakan adalah dengan bahasa Arab baik yang berupa ilmu-ilmu yang menyangkut masalah bahasa maupun pengetahuan keagamaan. Oleh karenanya dalam jangka waktu enam tahun alumni tamatan sekolah atau pondok modern mampu menyerap buku-buku berbahasa Arab dan mengetahui segala subjek pelajaran agama langsung pada sembernya.[7]
5.    Kurikulum Bahasa Arab Modern
           Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan. Kurikulum disusun oleh para ahli pendidikan atau ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan dan lain-lain. Rancangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana pendidikan dalam proses pembimbingan perkembangan siswa sendiri, keluarga, maupun masyarakat.[8]
           Seorang tokoh Pengajaran bahasa Arab Modern K.H Zarkasyi pendiri Pondok Modern Gontor Ponorogo pernah belajar di sekolah Arab Al-Irsyad Solo, kemudian meneruskan di Normal Islam Padangpanjang Sumatra Barat, berguru kepada para pakar bahasa Arab yang mengajar di sanalah Prof. Dr. H. Muhtar Yahya, Prof. H. Mahmud Yunus dan Al-Ustaz Kasim Bakri mereka semuanya adalah alumni Universitas Kairo (Dar al-‘Ulum). Dalam dada kyai Zarkasyi mewarisi semangat berkobar mengembangkan ruh Pengajaran bahasa Arab dari mereka sehingga mewujudkan suatu lembaga yang amat unik ialah Pondok Modern Gontor Ponorogo yang merupakan satu satunya lembaga paling sukses mendidik para santri untuk memahami dan berekspresi dengan pendidikan gaya modern. Dari kurikulum pendidikan dan metodenya melahirkan sistem baru yang belum pernah ada pada angkatan generasi sebelumnya. Kurikulum yang ia terapkan melahirkan bentuk baru sebagai bentuk ketiga dari bentuk yang pertama dan bentuk yang kedua yang sudah dituturkan diatas. Bentuk keempat muncul ialah all function dilihat dari segi fungsi dan kegunaan dengan tidak hanya sekedar untuk memperdalam pengetahuan bahasa dan agama melainkan jauh melangkah ke depan yakni berkomunikasi dengan dunia internasional dalam era globalisasi dengan segala aspeknya. Bahasa Arab dalam bentuk pengajaran pada tahap yang keempat ini menggunakan bahan materi pelajaran dalam cakupan luas misalnya tentang al-‘Alam al-islami, al-Zarrah a-Nawawiyah, al-Intikhab al-‘ammah, al-Kasysyaf, al-Jami’ah dan sebagainya. Bentuk terakhir ini telah diterapkan di berbagai sekolah-sekolah agama, pesantren-pesantren, madrasah-madrasah, bahkan di sekolah-sekolah umum, IAIN, MAN PK, dan sebagainya.[9]
           Bentuk pengajaran bahasa Arab yang keempat adalah bentuk pengajaran bahasa Arab yang terdapat yang terdapat di lembagaa pendidikan formal di dalam hal ini di madrasah-madrasah atau sekolah-sekolah umum. Dalam hal ini bahwa bentuk pengajaran sebagai bentuk yang tidak menentu, ketidaktentuan dilihat dari berbagai segi: (1) dari segi tujuan, terdapat kerancauan antara mempelajari bahasa Arab sebagai tujuan untuk menguasai kemahiran berbahasa, atau mempelajari bahasa Arab sebagai alat untuk menguasai pengetahuan lain yang menggunakan wahana bahasa Arab.(2) Dari segi jenis bahasa  yang dipelajari terdapat ketidak menentuan apakah bahasa Arab klasik, bahasa Arab modern ataukah bahasa Arab sehari-hari.(3) dari segi metode ada yang mempertahankan metode lama ada pula yang menggunakan metode baru. Dalam buku pedoman PBA versi Departemen Agama direkomondasikan hal-hal sebagai berikut:untuk tingkat dasar, digunakan pendekatan Aural-oral dan Integrated-system, dengan metode Mimicry-memorization dan patern-practice. Untuk tingkat menengah, sama dengan tingkat dasar disamping pendekatan polysystemic. Untuk tingkat lanjut menggunakan metode langsung dan geamatika-terjemah.[10]
           Pendekatan Aural-oral untuk tingkat dasar dan menengah ini berdasarkan kurikulum tahun 70 an berlanjut sampai kurikulum 1984. Berbagai bentuk pengajaran yang telah diuraikan di atas, masih tetap berlaku sampai saat ini dengan berbagai inovasi dan modifikasi, dan perkembangannya tersendiri. Pada awal abad ke-21 pengajaran bahasa Arab di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pembelajaran bahasa Arab di madrasah-madrasah pada tahun 2003 mulai menggunakan metode “Active Learning dengan pendekatan Jigsaw, metode pengumpulan informasi, metode analisis dan metode praktik”. Demikian juga pembelajaran bahasa Arab di sekolah umum mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Sejak diberlakukannya “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006/2007” bahasa Arab telah diajarkan di berbagai SMA di tanah air. Tidak hanya terbatas jurusan bahasa tetapi untuk semua kelas (X, XI, XII) dan semua jurusan, bahasa Arab dimasukkan sebagai muatan lokal untuk mata pelajaran ketrampilan.[11]
           Pembelajaran bahasa modern adalah pembelajaran yang memandang bahwa sarana atau media untuk mempelajari aspek-aspek kebudayaan. Bahasa adalah sarana kehidupan sosial kemasyarakatan yang mengantarkan seseorang mampu berkomunikasi dengan komunitas bahasa tersebut. Kurikulum pada pembelajaran bahasa Arab modern harus lebih fokus pada praktek dengan mengembleng agar mampu menguasai empat ketrampilan bahasa Arab, yaitu ketrampilan mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Yang mendasari pemikiran pembelajaran modern ini ada dua hal[12], yaitu:
1)   Bahasa adalah sarana bermasyarakat agar saling memahami terhadap sesama.
2)   Bahasa harus diajarkan berdasar fungsi dan peranannya dalam kehidupan, sehingga mampu menyadari bahwa  ia sedang mempelajari sesuatu yang ia butuhkan dalam kehidupan.
 Secara garis besar pengajaran bahasa Arab mempunyai empat bentuk[13]:
1)   Pengajaran bahasa Arab dalam bentuk mengaji baca al-Qur’an dengan menggunakan metode guru, membaca, murid meniru.
2)    Membaca kitab kuning untuk memahami syariat dan pelaksanaanya  dengan metode guru memerjemah murid mencatat ngasahi (jawa).
3)   Betuk mengaji dalam sistem pondok modern dengan metode mubasyarah (direct speech), bertujuan menguasai bahasa Arab dan tidak terbatas pada ilmu-ilmu agama. Bentuknya mirip dengan sistem sekolah tetapi tidak mutlak.
4)   Bentuk pendidikan sekolah dengan tujuan berkomunikasi dengan dunia luar dalam era globalisasi (all fundation).
B.     Sejarah Perkembangan Kurikulum Pendidikan Bahasa Arab di Madrasah  (1984-2006)
     kurikulum madrasah perlu dikembangkan secara terpadu, dengan menjadikan ajaran dan nilai-nilai Islam sebagai petunjuk dan sumber konsultasi bagi perkembangan berbagai mata pelajaran. Dalam konteks pendidikan madrasah, maka kurikulum atau program pendidikannya perlu dirancang dan diarahkan untuk membantu, membimbing dan melatih serta mengajar dan atau menciptakan suasana agar para peserta didik dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas.[14]
1)     Perkembangan Kurikulum Bahasa Arab Madrasah Aliyah (MA) 1984
      Pelajaran bahasa Arab merupakan program inti pada kurikulum 1984 di antara dua program yang ada, di samping itu, pelajaran bahasa Arab diberikan mulai mulai kelas I sampai kelas III. Mengingat GBPP MA disesuaikan dengan mata pelajaran umum di SMA pada bidang mata pelajaran umum, maka pelajaran bahasa Arab diajarkan sesuai dengan kebutuhan.
      Dalam buku kurikulum MA, disebutkan bahwa program pengajaran bahasa Arab di MA berfungsi ganda, sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan alat komunikasi. Adapun tujuan yang dijadikan target dalam pengajaran bahasa Arab untuk MA tahun 1984 adalah untuk mengembalikan pengajaran bahasa Arab  kepada fungsi komunikasi yaitu murid mampu mengunakan bahasa yang telah dipelajarinya sebagai alat komunikasi. [15]
2)     Perkembangan Kurikulum Bahasa Arab Madrasah Aliyah (MA) 1994.
      Pelajaran bahasa Arab yang diajarkan di MA berfungsi ganda, yakni sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan alat komunikasi  serta sebagai bahasa agama dan ibadah mahdah. Oleh karena itu, bahasa Arab di MA tidak terpisahkan dari bidang studi yang mempergunakan bahasa Arab, misalnya al-Qur’an, hadist, tafsir, akhlak dan lain-lain.[16]
3)  Perkembangan Kurikulum Bahasa Arab Madrasah Aliyah (MA) Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
      Bahasa Arab merupakan mata pelajaran yang mengembangkan ketrampilan komunikasi lisan dan tulisan untuk memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, serta mengembangkan ilmu pengetahuan umum,  dan sosial budaya. Bahasa Arab yang diajarkan di madrasah berfungsi sebagai bahasa agama dan ilmu pengetahuan, di samping alat komunikasi serta alat pengembangan diri peserta didik dalam bidang komunikasi dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang cerdas, terampil, serta berkepribadian luhur dan siap mengambil bagian dalam pembangunan nasional.
      Rumusan kompetensi dalam KBK merupakan tentang apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan oleh sisiwa dalam setiap tingkatan  kelas dan sekolah, yang sekaligus yang menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten. Dengan demikian, dapatlah ditegaskan bahwa KBK memiliki ciri-ciri:  menekankan pada ketercapaian pada kompetensi siswa, baik secara individual maupun klasikal; berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman; penyampaian pembelajaran dengan menggunakan pendekatan dan  metode yang bervariasi; sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainya yang memenuhi unsur edukatif; dan penilaian penekanan pada proses dan hasil belajar dalam upaya dalam penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.[17]
      KBK yang dikembangkan Depdiknas merupakan kerangka inti yang memiliki empat kompenen:(a) Kurikulum dan Hasil Belajar, (2) Penilaian Berbasis Kelas, (c) Kegiatan Belajar Mengajar, (d) Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah. Keempat kompenen KBK ini merupakan satu kesatuan yang utuh karena dalam praktiknya kompenen-kompenen ini saling menunjang.[18]
4) Perkembangan Kurikulum Bahasa Arab Madrasah Aliyah (MA) Kurikulum 2006 atau Kurikukum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
      Mata pelajaran bahasa Arab merupakan suatu mata pelajaran yang diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan dan membina kemampuan serta menumbuhkan sikap positif terhadap bahasa Arab, baik reseptif maupun produktif. Kemampuan reseptif yaitu kemampuan untuk memahami pembicaraan orang lain dan memahami bacaan. Kemampuan produktif yaitu kemampuan menggunankan bahasa sebagai alat komunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan berbahasa Arab serta sikap positif terhadap bahasa Arab tersebut sangat penting dalam membantu memahami sumber ajaran Islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadist, serta kitab-kitab berbahasa Arab yang berkenan dengan Islam bagi peserta didik.
      Untuk itu, bahasa Arab di MA dipersiapkan untuk pencapaian kompetensi dasar berbahasa yang mencakup empat ketrampilan berbahasa yang diajarkan secara integral, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Dengan kata lain, pada tingkat pendidikan menengah (intermidiate), keempat kecakapan berbahasa diajarkan secara seimbang pada tingkat pendidikan lanjut (advanced) dikonsentrasikan pada kecakapan membaca dan menulis, sehingga peserta didik mampu mengakses berbagai reverensi bahasa Arab.
      Titik fokus perkembangkan bahasa Arab pada kurikulum KTSP adalah sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, gimana kurukulum bahasa Arab tersebut memberikan penekanan pada implementasi pada kehidupan dengan mempertimbangkan kearifan lokal dan perkempangan IPTEK. Mengingat penyusunan KTSP diserahkan kepada satuan pendidikan, maka dapat diasumsikan bahwa guru, kepala madrasah, dan komite madrasah harus bekerja sama secara sinergis, karena mereka terlibat secara langsung dalam proses penyusunannya. Dengan demikian, guru sebagai pelaksana kurukulum dalam pembelajaran dan penilaian di kelas memahami betul apa yang harus dilakukan terkait dengan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang terjadi di madrasahnya.[19] Oleh karenanya ada perubahan-perubahan dalam sistem kurikulum yang tertera sebagai berikut:

C.    Perubahan-Perubahan Kurikulum Pengembangan Bahasa Arab
     KBK merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar, serta pemberdayaan sumber daya pendidikan. Bahasan tersebut menyiratkan bahwa KBK dikembangkan dengan tujuan agar peserta didik memperoleh kompetensi dan kecerdasan yang mumpuni dalam membangun identitas budaya dan bangsanya. Melalui penerapan KBK tamatan diharapkan memiliki kompetensi atau kemampuan akademik yang baik, ketrampilan untuk menunjang hidup yang memadai, pengembangan moral yang terpuji, pembentukan karakter yang kuat, kebiasaan hidup yang sehat, bekerja sama yang kompak, dan apresiasi estetika yang tinggi terhadap dunia sekitar. Berbagai kompetensi ters    ebut harus berkembang secara harmonis dan berimbang.
    Sementara itu, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah.[20]
          Dengan berkembangnya kurikulum untuk menghadapi sesuai  tantangan zaman maka perlu adanya perubahan-perubahan dan pengembangan kurikulum untuk memiliki visi dan arah yang jelas yaitu perubahan kurikulum 2013. Begitupun dengan kurikulum bahasa Arab Sejak perubahan dan pengembangan kurikulum 2013 telah muncul berbagai tanggapan dari berbagai kalangan, baik yang pro maupun yang kontra. Mendikbud mengungkapkan bahwa perubahan dan pengembangan kurikulum merupakan persoalan yang sangat penting, karena kurikulum harus senantiasa disesuaikan dengan tuntutan zaman. Perlunya perubahan dan pengembangan kurikulum 2013 didorong oleh beberapa hasil studi internasional tentang kemampuan peserta didik Indonesia dalam kancah internasional. Perlunya perubahan kurikulum juga karena adanya beberapa kelemahan yang ditemukan dalam KTSP 2006 antara lain: (1) isi dan pesan kurikulum masih terlalu padat, (2) kurukulum belum mengembangkan kompetensi secara utuh sesuai dengan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional,(3) kurikulum belum peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional, maupun global, (4) Standar pembelajaran belum mengambarkan urutan pelajaran yang rinci, (5) penilaian belum menggunakan standar penilaian berbasis kompetensi, serta belum tegas memberikan layanan remediasi dan pengayaan secara berkala.[21]




KESIMPULAN


Salah satu kelemahan mendasar sistem pengajaran bahasa Arab adalah lemahnya kurikulum  pengajaran yang diterapkan. Dalam segala bentuk dan aspeknya, terutama visi dan metodologi dan pengajarannya, kurikulum yang pada umumnya mengajarkan bahasa Arab dengan menggunakan orientasi secara tradisional atau sorogan, yaitu untuk memenuhi tujuan-tujuan keagamaan. Pada masa sekarang ini, sistem pengajaran dengan orientasi tradisional tidaklah relevan, oleh karena itu harus mempunyai perubahan. Bahasa Arab sebagai bahasa internasional tidak lagi hanya berfungsi sebagai bahasa Agama akan tetapi sebagai bahasa komunikasi dan pengetahuan.
Bahasa Arab tidak hanya dikuasai secara pasif tetapi dikuasai secara komunikatif dalam pengertian yang lebih luas, baik secara lisan  maupun tulisan. Maka dari itu, pengembangan kurikulum yang mendukung sistem pengajaran bahasa Arab yang lebih modern menjadi sebuah keharusan. Kurikulum pada pembelajaran bahasa Arab modern harus lebih fokus pada praktek dengan mengembleng agar mampu menguasai empat ketrampilan bahasa Arab, yaitu ketrampilan mendengar, berbicara, membaca dan menulis, untuk bersaing dalam ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.
Kurikulum terus mengalami perubahan. Perubahan tersebut terus berkembang untuk memiliki visi dan arah yang jelas, karena muncul berbagai tanggapan dari berbagai kalangan, baik yang pro maupun yang kontra. Mendikbud mengungkapkan bahwa perubahan dan pengembangan kurikulum merupakan persoalan yang sangat penting, karena kurikulum harus senantiasa disesuaikan dengan tuntutan zaman.





DAFTAR PUSTAKA


Ahmad. Pengembangan Kurikulum. Bandung:Pustaka Setia,1998.

Ahmadi. Manajemen Kurikulum Pendidikan Kecakapan Hidup.Yogyakarta: Pustaka Ifada,2013.

Fachrudin. Teknik Pengembangan Kurikulum Pengajaran Bahasa Arab. Yogyakarta:Global Pustaka Utama,2006.

 Fitri Nursalam, Yufridal. Bahasa Arab Sejarah, Perkembangan, Keistimewaan, dan Urgensi Mempelajarinya.Ponorogo: STAIN Press,2011.

Mulyasa.  Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013,. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015.

Muna,Wa. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab.Yogyakarta: Teras,2011.

Muslich, Masnur. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara,2009.

Sukmadinata, Nana Syaodia. Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya,1997.

Ulin Nuha dan Nur Sholeh. Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab. Yogyakarta: Diva Press,2003.



[1] Fachrudin, Teknik Pengembangan Kurikulum Pengajaran Bahasa Arab, (Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2006), 5
[2] Ahmad, Pengembangan Kurikulum, (Bandung:Pustaka Setia,1998), 79
[3] Fachrudin, Teknik Pengembangan Kurikulum Pengajaran Bahasa Arab, 5-6
[4] Fachrudin, Teknik Pengembangan Kurikulum Pengajaran Bahasa Arab,6-7
[5] Fachrudin, Teknik Pengembangan Kurikulum Pengajaran Bahasa Arab,7-9
[6] Fachrudin, Teknik Pengembangan Kurikulum Pengajaran Bahasa Arab,9-12
[7] Fachrudin, Teknik Pengembangan Kurikulum Pengajaran Bahasa Arab,12-13
[8] Nana Syaodia Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), 150
[9] Fachrudin, Teknik Pengembangan Kurikulum Pengajaran Bahasa Arab, 13-14
[10] Wa Muna, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Yogyakarta: Teras, 2011), 22-23
[11] Wa Muna, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, 23-24
[12] Yufridal Fitri Nursalam, Bahasa Arab Sejarah, Perkembangan, Keistimewaan, dan Urgensi Mempelajarinya, (Ponorogo: STAIN Press, 2011), 53
[13] Fachrudin, Teknik Pengembangan Kurikulum Pengajaran Bahasa Arab,14-15
[14] Ahmadi,Manajemen Kurikulum Pendidikan Kecakapan Hidup, (Yogyakarta: Pustaka Ifada,2013),175-176
[15]Nur Sholeh dan Ulin Nuha, Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab, (Yogyakarta: Diva Press, 2003), 77-78
[16] Nur Sholeh dan Ulin Nuha, Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab, 98
[17] Nur Sholeh dan Ulin Nuha, Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab, 123-125
[18] Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 23
[19] Nur Sholeh dan Ulin Nuha, Pengembangan Kurikulum Bahasa Arab, 161-163
[20] Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual,17
[21]Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), 59-61

Tidak ada komentar:

Posting Komentar